Minggu, 11 Maret 2012

hujan dan teduh

Kepadamu, aku menyimpan cemburu dalam harapan yang tertumpuk oleh sesak dipenuhi ragu.


Terlalu banyak ruang yang tak bisa aku buka.
Dan, kebersamaan cuma memperbanyak ruang tertutup.
Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan. Ya, jalanmu dan jalanku.
Meski, diam-diam, aku masih saja menatapmu dengan cinta yang malu-malu.

Aku dan kamu, seperti hujan dan teduh. Pernahkah kau mendengar kisah mereka?
Hujan dan teduh ditakdirkan bertemu, tetapi tidak bersama dalam perjalanan.
Seperti itulah kita. Seperti menebak langit abu-abu.

Mungkin, jalan kita tidak bersimpangan...



Wulan Dewatra dalam novel hujan dan teduh
Rabu, 13 Juli 2011

Through The Rain

When you get caught in the rain
With nowhere to run
When you’re distraught
And in pain without anyone
When you keep crying out to be saved
But nobody comes
And you feel so far away
That you just can’t find your way home
You can get there alone, it’s ok
Once you say

I can make it through the rain
I can stand up once again
On my own and I know
That I’m strong enough to mend
And every time I feel afraid
I hold tighter to my faith
And I live one more day
And I make it through the rain

And if you keep falling down
Don’t you dare give in
You will arise safe and sound
So keep pressing on steadfastly
And you’ll find what you need to prevail
Once you say

I can make it through the rain
I can stand up once again
On my own and I know
That I’m strong enough to mend
And every time I feel afraid
I hold tighter to my faith
And I live one more day
And I make it through the rain

And when the wind blows
And shadows grow close
Don’t be afraid
There’s nothing you can’t face
And should they tell you
You’ll never pull through
Don’t hesitate
Stand tall and say

I can make it through the rain
I can stand up once again
On my own and I know
That I’m strong enough to mend
And every time I feel afraid
I hold tighter to my faith
And I live one more day
And I make it through the rain

I can make it through the rain
Can stand up once again
And I’ll live one more day, and I
I can make it through the rain
Oh yes you can
You’re gonna make it through the rain


~mariah carey

Jumat, 01 April 2011

Masih




Masih. Pandangannya terlempar diantara sawah-sawah dari atas bukit. Kamera dia letakkan di pangkuannya. Entah berapa lama juga dia berhenti dari tempatnya memandang sosok yang sekelebat hanya punggungnya saja berani dia amati.

2008
“Kamu membenci saya..? Maaf selama ini…” tangan sosok pria itu mengantup
Pandangan masing-masing diantara keduanya hanya jatuh. menunduk. Diam menjeda…
“Ya…” perempuan itu meninggalkan sosok itu sendirian, tak diijinkan pria itu membaca pandangannya yang hampir dijatuhi air dari hati.
Dibaginya diujung jembatan utara, sambil beradu pandang dengan merapi. Degubnya lari belum menentu. Mengisak. 
Ingin dia lempar ingatan tentang sosok itu, ditenggelamkan di dasar sungai ini. Dan dibawa pergi saja sampai jauh, jangan kembali.

2011
Sosok itu masih disini, masih disimpannya. Tatapannya masih menjadi peraduan yang paling teduh. Tak jadi dilempar kenangannya, dia punguti. Dia simpan disebuah kotak kecil.  Sedikit dia berharap ada yang mencurinya lalu dibawa pergi jauh tanpa sepengetahuan perempuan itu, dibuang,  dibakar, atau lebih baik dimusnahkan.
Biar aku menepi
Bukan lelah menanti
Namun apalah artinya
Cinta pada bayangan –kahitna-

To: Mata kejora
Jumat, 18 Maret 2011

...dari mana sayang



Malam adalah  suasana yang paling membiarkan saya bergerak dengan hati ditemani rintik-rintik yang masih menghujani genting-genting, sepertinya hujan juga ingin dimengerti. Mereka layaknya kawanan prajurit dingin, jatuh dari tempat sangat tinggi. Saat tempat tak membiarkannya ada, maka dia akan membanjiri, saat tempat keras tipis dia akan mengeras dan melengking, saat tempat terlalu kokoh dia hanya mengetuk-ngetuk bak merajuk. Adakalanya rajukannya hanya sebuah suara tak terdengarkan. Seringnya ditinggal ditidur, atau dinikmati dibalik kaca bangunan-bangunan tinggi kedap suara.

Seperti itukah aku?

Saat aku hanya bisa bersuara seadanya tanpa kau mengerti, kau hanya melihat aku dibalik sisi jendela. Apakah kau menikmati derai-derai yang jauh itu begitu saja…tanpa kau dengar suaranya. Cobalah bertanya, gambarkan lengkungan senyum di embun-embun jendela kaca tanda kau tau dia ada…

“Dari mana kamu tercipta? Dari samudra bagian mana, atau dari uap air hutan belantara…?”
Sabtu, 08 Januari 2011

Rindu

Tersengal-sengal kejar-mengejar udara. Masih memburu degub satu-satu lari seribu. Menyelip bingkai aroma pisah dan kenang. Air mukamu sendu. Redam kau coba memadu, satu-satu, jatuh. aku tersesat membelantara dalam rerimbun perdu, terburu ingin tahu. Kasihku yang tak ingin menarik aku. Masih diam di situ. Sesungguhnya aku rindu matamu sayu.

"Tak ingin kau curi diamku? Aku rindu berbicara padamu."

Bergerak seadanya meminta belas asih pengerti. Derai-derai juga jatuh menemani tegun-tegun malam perempuan sendu
“Bercerita kemari padaku. Sungguh hatiku meminta kamu”
Rabu, 29 Desember 2010

seperti lama aku tidur

...ketika kubangun langit menangis
pecah termiliki kelabu...

...padahal telah lama aku menginginkan melihat langit,
seperti tawanan yang hanya melihat atap langi-langit...
Jumat, 01 Oktober 2010

Hujan


…dikejar hujan
Tanah merah, kering berdebu, sebelah kanan-kiri hanya lubang-lubang raksasa berukuran  persegi , sisa-sisa galian tanah untuk pembuatan bendungan irigasi. Irigasi puluhan kilo meter, dengan tinggi 3-4 meter. Pelan-pelan bayangan tertutup awan gelap diujung ladang lubang.

Saya berlari, awan itu seiring mengikuti, dan pelan-pelan membasahi jalanan dibelakang saya. Sampai saya mengayuh kencang sepda saya digubuk pembuatan bata merah, hujan benar-benar tumpah. Saya duduk dijerami hasil tumpukan pak tani.


Mendengarkan pembicaraan yang tidak saya mengerti dari  beberapa orang yang juga berteduh diujung saya. Kecemasan menghimpun ketika Kilat-kilat terlihat jelas dan sejauh mata memandang hanya dataran lubang-lubang raksasa disekitar gubuk bata merah. Disusul petir saling bergelegar. Cemas yang tak sanggup saya gambarkan, ketika panas dingin ketakutan biasa disusul dengan keringat, sekarang hanya menyungsap menahan dingin angin yang membawa butir-butir air lembut, namun kejam.

Langit masih ditumpuki awan-awan gelap, aku diam menontoni air hujan ditepian kayu penopang gubuk bata. Air yang datang ditemani geledek-geledek besar , seperti terusir dari peraduan, ditumpahkan, untuk mencari tempat yang lain, dengan menjadi pejalan jauh. Menetes berkejaran disela-sela atap, jatuh di kayu-kayu,langsung memeluk tanah dan meresapinya, namun ketika  tak tempat tak tersedia, dia mengalir. Mengetuk dinding-dinding batu dan kerikil, melewatinya, sampai menemukan ….tempat terbaiknya.

tik..tik..tik..bunyi hujan diatas genting,
Airnya turun tidak terkira….
Ranting dan daun basah semua…

Nyanyian itu memecah, mataku mencari suara kecil itu. Geledek pergi pelan-pelan bersama awan kelam. Hujan turun mulai perlahan, pelan…dia suara kecil itu sudah berlari, menari, tak peduli dingin, dan air hujan lewat tanpa dirasanya.

CRASS!!!
Dia menjerit. Cahaya mirip akar tegak berdiri diatas tanah.
Saya menutup mata. Kilat itu masih bersisa. Untuk menikmati hujan kadang memang harus beresiko.
Saya melihat keatas, dibalik sisa-sisa pohon entah berapa kilometer dari tempat saya memandang melewati lubang-lubang raksasa, yang diambil tanahnya. Mendung bergeser. Pelan.
Udara tiba-tiba menusuk, dengan pernyataan yang muncul bagai lompatan kilat, menyambarku.
“Dunia ini, tempat ini, bukan tempatku selamanya…”
Saya tidak bisa mengira-ngira tempat bagaimana yang akan saya tempati nanti, dan seluruh orang-orang didunia ini ketika satu persatu menghilang. Tenang. Bagaimanapun akan terlihat tenang. Karena tak bergerak.
“ayo bali, wes terang ki”
Satu persatu kami pergi..
Saya…
Menggandeng sepeda…pulang….
 

Blog Template by YummyLolly.com